Search

SERI SIROH NABI ﷺ: PERANG KHAIBAR

Perang Khaibar - www.pedulifajrifm.org

Bagikan :

Perang Khaibar terjadi pada tahun 7 Hijriyah. Khaibar adalah kota besar yang memiliki banyak benteng dan kebun. Terletak sekitar 60 atau 80 mil di utara kota Madinah. Sekarang ia berubah menjadi desa yang di beberapa wilayahnya terdapat daerah gersang dan tidak banyak dihuni. Ketika Rosululloh ﷺ merasa tenang dari ancaman sayap terkuat dari tiga sayap musuh dan merasa aman setelah adanya gencatan senjata, beliau pun ingin membuat perhitungan dengan dua kelompok lainnya yang ada, yaitu orang-orang Yahudi dan kabilah-kabilah Arab di daerah Nejd. Maka tercipta keamanan dan kedamaian yang kondusif, juga ketenangan di seluruh Jazirah Arab, sehingga kaum Muslimin dapat beristirahat dari pertikaian-pertikaian berdarah yang berkelanjutan dan berkonsentrasi untuk menyebarkan agama Islam dan Dakwahnya.

Ketika Khaibar berubah menjadi sarang makar, pusat konspirasi, tempat memprovokasi pasukan, sumber keonaran, pemicu api peperangan, pantaslah bila Khaibar yang pertama kali menjadi incaran kaum Muslimin. Sedangkan sifat orang-orang Khaibar seperti ini, tentu kita ingat bahwa merekalah yang mengumpulkan pasukan koalisi untuk menghancurkan kaum Muslimin. Mereka menghasut Bani Quraizhah untuk melakukan penghianatan, kemudian melakukan kontak dengan orang-orang munafiq, yang merupakan musuh dalam selimut bagi masyarakat Islam, juga dengan orang-orang Ghathafan dan orang-orang Arab Badui. Mereka pun ketika itu telah mempersiapkan diri untuk berperang, hingga dengan perilaku dan perbuatan mereka, mereka menimpakan kepada kaum Muslimin berbagai tekanan dan cobaan yang tiada henti. Tidak hanya itu, bahkan mereka membuat rencana untuk membunuh Nabi ﷺ. Karena itu kaum Muslimin terpaksa mengirimkan satuan pasukan terus menerus kepada mereka untuk menumpas para dedengkot penghianat tersebut, seperti Salam bin Abi al-Haqiq dan Asir bin Razim, akan tetapi yang seharusnya di lakukan kaum Muslimin lebih dari itu. Namun mereka menunda terlebih dahulu, dikarenakan ada kekuatan yang lebih besar, lebih besar dan lebih durhaka dari mereka yaitu kaum kafir Quraisy yang sedang berperang dengan kaum Muslimin. Ketika urusan dengan kafir Quraisy telah selesai, terbukalah kesempatan untuk memberi pelajaran dan perhitungan kepada para penjahat tersebut.

Sekembalinya Rosululloh ﷺ dari Hudaibiyyah, beliau menetap di Madinah beberapa hari, lalu beliau pergi menuju Khaibar. Dan inilah yang dijanjikan oleh Alloh ta’ala. Alloh ta’ala berfirman dalam al-Qur’an surat al-Fath ayat yang ke 20:

وَعَدَكُمُ اللّٰهُ مَغَانِمَ كَثِيْرَةً تَأْخُذُوْنَهَا فَعَجَّلَ لَكُمْ هٰذِهٖ

Baca Artikel Lainnya!

Alloh menjanjikan kepada kalian harta rampasan yang banyak yang dapat kalian ambil, maka disegerakan-Nya harta rampasan ini untuk kalian.”

Maksudnya yaitu perjanjian Hudaibiyyah, dan harta rampasan itu adalah Khaibar.

Kemudian ketika orang-orang munafiq dan orang-orang yang lemah imannya tidak turut serta pada perang Hudaibiyyah, Alloh ta’ala menerangkan keadaan mereka kepada Nabi-Nya dalam firman-Nya al-Qur’an surat al-Fath ayat yang ke 15, yang artinya:

“Orang-orang Badwi yang tertinggal itu akan berkata apabila kalian berangkat untuk mengambil barang rampasan: “Biarkanlah Kami, niscaya Kami mengikuti kalian”; mereka hendak mengubah janji Allah. Katakanlah: “Kalian sekali-kali tidak boleh mengikuti kami; demikian Alloh telah menetapkan sebelumnya”; mereka akan mengatakan: “Sebenarnya kalian melarang kami ikut hanya karena rasa dengki kepada kami”. bahkan mereka tidak mengerti melainkan sedikit sekali.”

Ketika Rosululloh ﷺ hendak berangkat ke Khaibar beliau mengumumkan, bahwa tidak boleh ikut bersama beliau kecuali orang yang benar-benar mau berjihad. Maka yang turut berangkat bersama beliau hanyalah orang-orang yang ikut dalam perjanjian Hudaibiyyah yang berjumlah sekitar 1400 orang. Rosululloh ﷺ menyerahkan urusan kota Madinah kepada Siba’ bin Urfuthah al-Ghifari. Ketika itulah Abu Hurairoh datang ke Madinah dalam keadaan Muslim dan bertemu dengan Siba’ bin Urfuthah pada waktu shalat subuh. Setelah selesai sholat ia mendatangi Saba’ bin Urfuthah dan diberi bekal olehnya sehingga ia bisa pergi menemui Rosululloh ﷺ memberitahukan keislamannya kepada kaum Muslimin. Maka mereka pun mengikutsertakannya bersama para shahabatnya dalam pembagian harta rampasan perang.

Orang-orang munafiq telah bekerja untuk kepentingan orang-orang Yahudi, pemuda mereka Abdulloh bin Ubay mengirimkan berita kepada Yahudi, ia berkata: “Muhammad sedang pergi menuju kalian maka waspadalah, dan jangan takut kepadanya, karena jumlah dan perbekalan kalian sangat banyak, sedangkan kaum Muhammad adalah kelompok yang terusir dari tanah airnya yang sedikit jumlahnya, serta senjata yang minim juga.”

Ketika orang-orang Khaibar mengetahui hal ini mereka mengutus Kinanah bin Abil Haqiq dan Haudzah bin Qais kepada kabilah Ghathafan untuk meminta bantuan. Kabilah Ghathafan adalah sekutu Yahudi Khaibar dan pendukung mereka dalam menghancurkan kaum Muslimin. Mereka menjanjikan imbalan setengah dari hasil buah kurma Khaibar kepada kabilah Ghathafan jika mereka mampu mengalahkan kaum Muslimin.

Lantas Rosululloh ﷺ dalam perjalanannya menuju Khaibar melewati gunung Ashar lalu ke arah pegunungan ash-Shahba’. Kemudian menuruni lembah ar-Raji’, sedangkan jarak antara beliau saat itu dan kabilah Ghathafan adalah perjalanan sehari-semalam. Sementara kabilah Gathafan bersiap-siap menuju Khaibar untuk membantu kaum Yahudi. Ketika dalam perjalanan, mereka mendengar suara hikuk pikuk di belakang mereka, mereka menyangka bahwa kaum Muslimin telah menyerang keluarga dan harta mereka, maka mereka pun pulang kembali dan mengabaikan yang terjadi antara Rosululloh ﷺ dan Khaibar. Kemudian Rosululloh ﷺ memanggil dua orang penunjuk jalan untuk membawa pasukan kaum Muslimin, salah seorang dari keduanya bernama Husail, agar menunjukkan kepada beliau jalan yang terbaik, sehingga bisa memasuki Khaibar dari arah utara yaitu dari arah Syam, supaya beliau dapat mencegah kaum Yahudi yang ingin lari menuju Syam sebagaimana beliau menghalangi bersatunya Yahudi dengan kabilah Ghathafan.

Salah seorang dari keduanya berkata, “Akan aku tunjukkan kepadamu, wahai Rosululloh.” Ia pun maju sampai ke persimpangan jalan yang banyak dan berkata, “Wahai Rosululloh, setiap jalan ini bisa membawa ke tempat tujuan.” Ia pun diperintahkan untuk menyebutkan masing-masing nama dari jalan-jalan itu satu persatu. Ia memberitahu bahwa salah satu jalan itu bernama Huzn yang artinya sedih. Maka Nabi ﷺ tidak berkenan untuk menempuhnya. Jalan yang lain bernama Syasys yang artinya kain tipis. Nabi ﷺ pun tidak berkenan. Dan jalan yang lainnya bernama Hathib yang artinya pencari kayu. Nabi ﷺ tidak berkenan juga. Husail berkata, “Masih ada satu jalan lagi.” Umar rodhiyallohu’anhu berkata, “Apa namanya?” Husail menjawab, “Marhab yang berarti Lapang.” Maka Nabi ﷺ memilihnya.

Kemudian, bagaimana perjalanan mereka selanjutnya, dapatkah kaum Muslimin menguasi Khaibar?

Yuk! Bersama Luaskan Dakwah dengan Sedekah Jariyah

Categories