SERI SIROH NABI ﷺ: HADITSUL IFKI

Haditsul Ifki - www.pedulifajrifm.org

Bagikan :

HADITSUL IFKI

Setelah perang Bani Mushtholiq, terjadi peristiwa menyebarnya kabar bohong tentang ‘Aisyah rodhiyallohu’anha istri Rosululloh ﷺ.

Secara ringkas, kisahnya adalah bahwa saat itu, Aisyah ikut pergi bersama Rosululloh ﷺ dalam peperangan Bani MustholiK, karena dia mendapat undian untuk ikut. Pengundian seperti ini biasa Rosululloh ﷺ lakukan setiap hendak pergi berperang. Dalam perang ini, ‘Aisyah dibawa dalam sebuah tandu yang tertutup dan dipikul oleh beberapa orang.

Setelah pulang dari Perang Bani Mushtholik, pasukan kaum muslimin singgah di suatu tempat. Di saat singgah, ‘Aisyah rodhiyallohu’anha keluar dari rombongan untuk keperluannya tanpa disadari oleh para pemikul tandu. Saat itu tanpa disadari kalung milik saudarinya yang dipinjamkan kepadanya jatuh. Maka dia kembali lagi ke tempat di mana kalung itu jatuh untuk mencarinya. Di saat ‘Aisyah mencari kalung saudarinya, pasukan kaum muslimin memulai kembali perjalanan mereka. Para pengangkat tandu pun, segera mengangkat tandu ‘Aisyah.

Sebenarnya para pemikul merasa bahwa tandu itu terlalu ringan. Tapi Aisyah sendiri memang seorang wanita yang masih muda dan tidak gemuk. Dan karena yang mengangkat tandu itu banyak, tentu saja mereka merasa ringan.

Setelah kalung yang dicari-carinya dapat ditemukan, Aisyah kembali lagi ke tempat persinggahan. Namun ia tak menemukan seorang pun ada di sana. Maka ‘Aisyah pun duduk saja di tempat itu. Menurut perkiraannya, mereka pasti akan mencarinya jika tidak mendapatkan dirinya di dalam tandu.

Dengan kehendak Alloh ﷻ, Aisyah tertidur di tempat ia menunggu karena rasa kantuk yang tak terbendung. Dia baru terbangun karena terusik suara Shafwan bin Al-Mu’aththal yang setengah berteriak mengucapkan, “!nna lillahi wa inna ilaihi raji’un. Bukankah ini istri Rasulullah?”

Shafwan bin Al-Mu’athal adalah seorang sahabat yang ditugaskan untuk memeriksa hal-hal yang tertinggal dari rombongan perang, oleh karenanya ia berada jauh dari rombongan pasukan. Selain itu, dia orang yang sulit dibangunakan jika telah tertidur. Sehingga, dia dapat bertemu dengan ‘Aisyah yang telah tertinggal dari pasukan.

Baca Artikel Lainnya!

Shafwan adalah salah satu prajurit Islam yang mengenali Aisyah sebelumnya karena pernah melihatnya sebelum turun ayat tentang Hijab. Lantas kemudian Shafwan menundukkan ontanya dan mendekatkannya pada Aisyah rodhiyallohu’anha. Aisyah pun naik, sementara Shafwan tidak berbicara kepada Aisyah walaupun hanya satu kata, dan Aisyah pun tidak mendengar ucapan Shafwan selain kalimat, “Inna Lillahi wa Inna Ilaihi raji’un”. Lantas Shofwan membawa Aisyah pergi untuk menyusul pasukan, sedangkan pasukan sendiri, sudah singgah pada siang hari yang begitu terik.

Seketika itu kaum muslimin melihat Shofwan bin Al-Mu’athal dengan Aisyah rodhiyallohu’anha. Lantas ketika melihat hal ini, orang-orang munafiq yang digembongi oleh Abdulloh bin Ubay mendapat peluang emas untuk menyebarkan fitnah kebusukan, kemunafikan, dan kebencian yang menyelimuti tubuhnya. Maka Abdulloh bin Ubay membuat berita bohong dan menyebarluaskan kebohongannya terhadap Aisyah, dan peristiwa ini di sebut dengan Haditsul ifki.

Maka setibanya di Madinah mulailah orang-orang munafiq menyebarkan kebohongannya, sejak berita bohong itu sampai ke telinga Rosululloh ﷺ beliau mendiamkannya hingga menunggu wahyu yang Alloh ﷻ kabarkan, namun wahyu belum turun, maka Rosululloh ﷺ meminta pendapat kepada para shahabatnya untuk menyikapi berita bohong itu. Sebagian shahabat berpendapat untuk menceraikannya dan mencari pengganti yang lain, dan sebagiannya lagi berpendapat untuk tidak menceraikannya dan tidak menghiraukan apa yang dikatakan oleh musuh.

Maka Nabi ﷺ berkhutbah di atas mimbar mengutarakan rasa terpukulnya akibat ulah Abdulloh bin Ubay, maka bangkitlah Usaid bin Hudhair menyatakan keinginannya untuk membunuh Abdulloh bin Ubay, namun Sa’ad bin Ubadah, pemimpin suku Khazraj yang kebetulan juga semarga dengan Abdulloh bin Ubay terpicu fanatisme kesukuannya, hingga akhirnya terjadilah perang mulut antara kedua suku tersebut, hingga akhirnya Rosululloh ﷺ menenangkan mereka sampai semuanya kembali diam dan tenang.

Lain halnya dengan Aisyah rodhiyallohu’anha, ketika pulang ke rumah, dia langsung jatuh sakit selama sebulan dan tidak tahu tentang kabar berita bohong itu sedikit pun selain tidak melihat lagi sikap lembut Rosululloh ﷺ yang biasanya ia rasakan di saat sedang sakit.

Tatkala keadaan Aisyah sudah mulai membaik, dia keluar pada suatu malam bersama Ummu Misthah untuk suatu urusan, maka sekonyong-konyong Ummu Misthah terpeleset karena menginjak bajunya sendiri, lalu spontan mendoakan hal yang buruk terhadap anak lelakinya sendiri yaitu Misthah. Ketika Aisyah rodhiyallohu’anha mendengar doa buruk ini, Aisyah mengingkarinya. Maka Ummu Mistahah pun menceritakan berita bohong itu kepada Aisyah yang berita ini sudah tersebar di Madinah. Maka tatkala Aisyah mendengar berita bohong tersebut, beliau bersegera pulang ke rumah dan meminta izin kepada suami tercinta Nabi Muhammad ﷺ untuk menemui kedua orang tuanya.

Hal ini, membuat hati Aisyah sangat sedih, sehingga beliau tak kuasa menahan air matanya, beliau menangis selama dua malam satu hari, beliau tidak bisa tidur sementara air mata tidak henti-hentinya menetes, sampai-sampai beliau mengira bahwa tangisan itu telah membuat hatinya remuk.

Kemudian Rosululloh ﷺ mendatanginya seraya mengucapkan syahadat dan berkata: “Wahai Aisyah, sesungguhnya telah sampai kepadaku berbagai berita menyangkut dirimu, jika kamu tidak pernah melakukannya, pastilah Alloh akan membebaskanmu dari semua tuduhan itu.

tapi jika kamu benar-benar melakukannya, maka minta ampunlah kepada Alloh, karena bertaubat kepada Alloh pastilah diampuni dan diterima taubatnya.”

Seketika itu air matanya menjadi kering dan berkata kepada kedua orangtuanya agar memberikan jawaban, namun keduanya tidak tahu apa yang harus mereka katakan. Aisyah rodhiyallohu’anha pun berkata: “Demi Alloh, aku sudah tahu bahwa kalian sudah mendengar berita ini hingga tertanam di dalam hati kalian dan kalian sudah membenarkannya. Jika aku katakan kepada kalian bahwa aku terbebas dari hal itu semua, sementara Alloh Maha Tahu bahwa aku terbebas dari hal itu semua, pasti kalian tidak akan percaya kepadaku. Dan jika aku mengakui padahal sesungguhnya Alloh Maha Tahu bahwa aku terbebas dari semua itu, pastilah kalian akan mempercayaiku. Demi Alloh, aku tidak menemukan perumpamaan lagi dalam masalahku ini kecuali semisal ucapan ayah Yusuf alaihisalam dalam firman Alloh;

Maka kesabaran yang baik Itulah kesabaranku, dan Alloh sajalah yang dimohon pertolongan-Nya terhadap apa yang kalian ceritakan.”

Kemudian Aisyah beranjak dan berbaring kembali, lalu turunlah wahyu pada saat itu juga, maka Rosululloh ﷺ sangat bahagia sambil tertawa. Beliau berkata kepada Aisyah: “Wahai Aisyah, Alloh telah membebaskanmu dari semua tuduhan itu.” Lalu ibunya berkata: “Bangun dan hampirilah Rosululloh ﷺ..!” Aisyah berkata untuk menunjukkan keterbebasan dirinya plus keyakinannya akan kecintaan Rosululloh ﷺ terhadapnya: “Demi Alloh, saya tidak akan bangun untuk menghampirinya dan tidak akan memuji kecuali hanya kepada Alloh semata.”

Ayat yang menerangkan tentang berita bohong itu adalah firman Alloh dalam surat An-Nur dari ayat 11 hingga sepuluh ayat setelahnya.

Sedangkan para penyebar fitnah berita bohong tersebut kemudian dicambuk 80 kali, yaitu di antaranya Musthah bin Utsatsah, Hassan bin Tsabit dan Hamnah binti Jahsy. Tapi Abdulloh bin Ubay tidak dijatuhi hukuman, padahal dia adalah aktor utama dalam peristiwa ini. Alasannya, mungkin karena tujuan penerapan hukuman itu adalah untuk meringankan bagi pelakunya sehingga tidak terkena tuntutan lagi di akhirat, sementara Abdulloh bin Ubay, Alloh ﷻ sudah mengancamnya dengan azab yang sangat dahsyat di akhirat kelak. Alasan lainnya, mungkin karena untuk suatu kemaslahatan sehingga menyebabkan beliau tidak membunuhnya.

Pada saat itu, suasana kota Madinah selama sebulan lamanya diselimuti awan keraguan, kecemasan dan kekacauan. Sedangkan tokoh kaum munafiq sudah dipermalukan hingga tidak bisa lagi untuk mengangkat kepalanya sesudah itu. Sehingga seseorang berkata: “Maka setelah itu, setiap kali dia membuat suatu kejadian, kaumnyalah yang mencela, menghardik dan mencemoohkannya secara kasar.”

Maka demikianlah akhir dari orang-orang munafiq, mereka rugi di dunia, dan di akhirat akan mendapatkan adzab yang pedih –wal’iadzubillah-. Wallohu a’lam

Yuk! Bersama Luaskan Dakwah dengan Sedekah Jariyah

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Categories