MEMBANGUN MASYARAKAT BARU
- Langkah pertama yang dilakukan Rosululloh ﷺ saat di Madinah adalah membangun masjid Nabawi. Lokasinya diambil di tempat berdekamnya unta Rosululloh ﷺ. Lokasi tanah tersebut dibeli dari dua orang anak yatim.
Pembangunan masjid pun dimulai dan Rosululloh ﷺ terlibat langsung di dalamnya, Beliau mengangkat batu seraya melantunkan bait sya’ir sehingga menambah semangat para sahabat untuk bekerja. Kiblat masjid menghadap ke Baitul Maqdis (sebelum kiblatnya diubah ke Masjidil Haram).
Selesai membangun masjid, Rosululloh ﷺ membangun perumahan untuk isteri-isterinya, yang terbuat dari tanah liat dengan atap pelepah kurma.
Masjid Nabawi pada saat itu, selain sebagai tempat shalat, juga merupakan tempat berkumpul kaum muslimin untuk membicarakan berbagai hal penting dan menyelesaikan berbagai perkara di antara mereka. Selain itu, berfungsi juga sebagai tempat tinggal bagi kalangan Muhajirin yang tidak mendapatkan tempat tinggal atau sanak saudara di Madinah.
- Langkah Rosululloh ﷺ berikutnya adalah mempersaudarakan kaum Muhajirin dan Anshar. Hal tersebut terjadi di rumah Anas bin Malik. Saat itu berkumpul sembilan puluh orang, sebagian dari kalangan Anshar, dan sebagian lagi dari kalangan Muhajirin. Lalu Rosululloh ﷺ mempersaudarakan mereka satu persatu, untuk saling tolong menolong dan saling mewarisi. Hingga kemudian Alloh menurunkan ayatnya: “Orang-orang yang mempunyai hubungan kerabat itu sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya (daripada yang bukan kerabatnya)” (QS. al-Anfal : 75). Maka setelah itu, waris hanya diberikan kepada kerabat, namun persaudaraan mereka tetap berlaku.
Persaudaraan tersebut benar-benar diwujudkan oleh kaum muslimin dengan kesungguhan. Orang-orang Anshar sangat besar perhatiannya terhadap saudara-saudaranya dari kalangan Muhajirin. Mereka sangat mengasihi saudaranya, mengorbankan hartanya, bahkan lebih mementingkan saudaranya walaupun mereka sendiri kesusahan (itsar). Sementara kaum Muhajirin menerimanya dengan sewajarnya, tidak menjadikannya sebagai kesempatan yang berlebih-lebihan.
Rosululloh ﷺ mempersaudarakan antara Abdurrahman bin Auf dan Sa’ad bin Rabi’. Sa’ad berkata: “Saya orang Anshar yang kaya, saya akan bagi dua harta saya, dan saya memiliki dua istteri, yang mana yang kamu suka, sebutkan saja, saya akan menceraikannya dan jika telah selesai iddahnya nikahilah”. Namun dengan santun Abdurrahman bin ‘Auf menjawab: “Semoga Alloh memberkahimu, keluargamu dan hartamu, mohon tunjukkan saja kepada saya di mana pasar Madinah?”.
Lalu Sa’ad menunjukkan kepadanya pasar Bani Qainuqa untuk melakukan kegiatan perdagangan di sana, dan tak beberapa lama dia sudah dapat menghasilkan keuntungan yang besar. Tindakan mempersaudarakan ini sangat efektif dalam mengatasi problem kesenjangan sosial antara kaum Muhajirin dan Anshar.
- Kemudian, Rosululloh ﷺ mengadakan perjanjian antar sesama muslim. Ada 16 butir isi perjanjian, yang secara umum berisi tentang perintah untuk bersatu dan saling tolong menolong, larangan menzalimi, menjaga kehormatan, jiwa dan menjadikan Alloh serta Rasul-Nya sebagai rujukan dari semua perselisihan di antara mereka. Dengan adanya perjanjian tersebut, kekuatan sendi-sendi masyarakat semakin kokoh. Bahkan tidak hanya sampai disitu, Rosululloh ﷺ juga mendidik para sahabat agar menjadi pribadi-pribadi mu’min yang berkualitas, berjiwa suci, berakhlak mulia, menanamkan kasih sayang, bersaudara, beribadah dan taat kepada Alloh Ta’ala.
- Keberadaan kaum Yahudi sebagai bagian masyarakat Madinah tidak dapat dipungkiri. Walaupun mereka membenci Islam dalam dirinya, tapi sampai saat itu, mereka tidak menampakkan permusuhan. Karena itu, Rosululloh ﷺ merasa perlu mengadakan perjanjian dengan mereka untuk semakin menguatkan sendi-sendi masyarakat Madinah.
Inti dari perjanjian tersebut adalah, saling menjaga keamanan bersama, saling menasihati, saling membantu, saling membela dari serangan musuh, menghormati kepercayaannya masing-masing dan tidak boleh saling menyerang atau memusuhi, dan jika ada pertikaian di antara mereka, maka rujukannya adalah Alloh Ta’ala dan Rasul-Nya. Dengan demikian, lengkaplah sudah, Rosululloh ﷺ telah membentuk satu masyarakat yang tertata sedemikian rupa sehingga memenuhi syarat untuk dikatakan bahwa masyarakat di Madinah ketika itu adalah sebuah negara berdaulat dengan kekuasaan yang sah dan Rosululloh ﷺ sebagai pemimpinnya.